welcome

Senin, 02 Februari 2015

Setelah Beberapa Bulan

                Terimakasih untuk beberapa bulan yang manis ini, yang penuh warna-warni, penuh hujan juga pelangi, penuh tanya dan misteri. Terimakasih untuk percakapan manis dalam setiap pesan singkat kita, dalam setiap sambungan telephone, dalam setiap tawa meskipun baru beberapa kali aku menatap dalam matamu. Terimakasih untuk kisah-kisah baru yang membuatku lengkap sebagai perempuan. Terimakasih kamu masih disini, meski kamu acuhkan aku, dan membiarkan aku menyusun mimpi-mimpi baru sendiri, meskipun sampai kini kamu tak sadar ; bahwa kamu adalah impian utamaku.            
                Jum’at, godaan yang tak aku harapkan mendapat balasan itu, ternyata kamu gubris dengan hangat dan syahdu. Beberapa percakapan intens melalui blackberry massager. Aku menyapamu sekali, dan kamu menyapaku berkali-kali dengan sapaan hangat, setiap waktu dan tak pernah jemu. Membuat jentikan jemariku di keyboard layar handphone ku semakin bersemangat membalas pesanmu. Kamu dan aku menempati proses penjajakan, berharap dalam sunyi, mengawali yang mungkin dianggap bualan, mewujudkan semua yang hanya akan jadi mimpi-mimpi. Aku semakin terlena dan terbuai oleh perhatianmu dalam pesan singkatku, rasanya semua ini tak ingin dibatasi oleh ruang, waktu dan dimensi. Rasanya aku ingin semuanya tak berjalan instan, atau kalau boleh keterlaluan aku ingin kamu abadi dalam setiap hembus napasku.
                Aku sangat tahu! Kita berbeda dalam berbagai hal. Kamu tak banyak bicara dalam meluapkan emosimu, sedangkan aku meledak-ledak dengan emosi yang sering kuciptakan sendiri. Kamu tak ingin menceritakan banyak hal, sementara akupun juga begitu, diam tapi usil dalam tulisan (dunia maya). Aku tahu sayang, media kita saling mengungkapkan cinta itu berbeda. Kau dengan guyonan khasmu, aku dengan tulisanku, dan kita lengkap dalam perbedaan. Jujur, kehadiranmu berbeda dari pria-pria lainnya, yang membisikkan mimpi dan membiarkanku terbuai dalam tidur yang panjang. Tapi kamu tidak begitu sayang, kamu perlahan tapi pasti mengetuk pintu hatiku dengan perlahan dan menyodorkan seonggok bunga mawar merah merona, yang bodohnya tak kusadari begitu indah, namun penuh dengan duri.
                Berkenalan denganmu ternyata bukan sesuatu yang mudah. Aku merasa kamu terlalu sempurna untukku, aku terlalu lemah dan terlalu rendah untukmu, yang jauh lebih tinggi itu. sebagai seorang  gadis aku bukan siapa-siapa, aku hanya bisa membayangkan hubungan ini bisa lebih jauh serius lagi. Lamunan itu seketika buyar, ketika ku tahu aku tak pernah terlihat lebih berharga dimatamu, mungkin. Mungkin kamu pikir, aku hanya akan jadi tempat singgah yang asyik , sementara aku?  mengaharapkan kamu tuk tetap tinggal dan tak ingin kamu pergi jauh.
                Benar, ini yang kubilang berharap terlalu ketinggian. Salahku yang menginginkan semua lebih dari ini, salahku yang berharap kita bisa berjalan jauh lebih dari ini. Hmm,, sayangnya sayang... banyak alasan yang menjadikan jarak diantara kita sangat jauh, entah aku tak tahu jarak itu berbentuk seperti apa? meskipun rasanya kamu selalu ada disini menemaniku meskipun hanya melalui pesan singkat dan panggilan telephone darimu. Entah mengapa, kamu berhasil merenggut seluruh perhatianku tanpa meninggalkan sisa barang sedetikpun, kamu sudah jadi satu-satunya dalam hidupku, tapi kamu hanya memperlakukan dan menjadikanku sebagai salah satunya dalam kehidupanmu. Sayang, luka karena aku mulai mencintaimu ini awalnya tak begitu terasa perih, namun semakin aku mengenalmu, aku semakin merasa kamu malah semakin pergi menjauh.
                Setelah beberapa bulan perkenalan kita, rasanya aku perlu mendeklarasikan ini, membuat sebuah alarm kecil, bahwa kamu pernah hadir dan singgah, meskipun hingga sekarang kamu hanya datang dan pergi. Setidaknya kamu pernah hadir (ada), membawa sesuatu yang aku pikir cinta, ternyata malah memberi sesuatu yang berujung luka. Aku masih ingin menunggu sosokmu yang ramah, perhatian, selalu punya waktu dan hangat itu kembali, bukan kamu yang dingin, cuek, kamu yang tidak menghiraukan kehadiranku, kamu yang memberi jarak, kamu yang begitu bodoh karena tak sadar bahwa aku benar-benar mencintaimu dan menggilaimu.
               
Atas semua perasaan aneh yang sebenarnya tak terlalu begitu kupahami ini, aku ingin bilang sesuatu. Aku KANGEN kamu. Iya kamu woey! Malah mlengos!!!                                                                                      

                                Dari pengagummu,yang sedang ketakutan, takut perjuangannya diabaikan , takut cintanya di permainkan!!

Begitu Singkat

                      Saat hujan deras datang waktu sore hari, aku selalu teringat tentang kamu, aku kembali membaca ulang screenshoot percakapan kita yang sengaja aku simpan. Karena saat aku sedang rindu (seperti sekarang) aku akan membacanya dengan penuh khusyuk, argh.. ini kisah saat aku dan kamu masih jadi kita yang punya dua keping hati yang saling memiliki keserasian yang sama. Aku tersenyum sampai tertawa, walaupun diam-diam hatiku teriris, mengenang bahwa hal manis ini takkan mungkin (pernah) terjadi lagi.
                Aku merindukan sosokmu yang kukenal, merindukan banyolan-banyolan yang selalu kamu suguhkan, merindukan panggilan berbeda darimu untukku. Kenyataan yang wajib kuterima adalah, kamu bukan lagi pria yang begitu kucinta dan kukenali, kamu berubah menjadi orang asing yang begitu sadis dan bengis dimataku, yang rasanya tak mahu lagi mengingat-ingat kenangan kita dulu.
                Rasanya aku masih sangat mengingat suara percakapanmu, yang kadang bisa berjenaka, bisa dewasa, kekanakan, serius dan kadang kamu juga bisa romantis. Serta, kadang aku tak terlalu bisa memahami pemikiranmu yang bebas itu. aku masih menyimpan memori saat kita bersama, mengenang pertemuan kita yang pertama, sembunyi dari semua orang, saat jemari kita bersentuhan, tapi sayang aku harus cepat-cepat melepasnya agar yang lain tidak curiga dan banyak hal lain yang semakin ku ingat, semakin membuat dadaku sesak. Aku tak sadar, mengapa penjajakan yang singkat ini, sukses membuatku berharap terlalu jauh pada sosok yang terlalu sempurna sepertimu.
                Bagiku kesempurnaanmu adalah beban terberat untuk gadis seusiaku. Aku hanya gadis biasa, yang masih memakai seragam putih abu-abu, mengikuti organisasi yang tak banyak, tak terlalu tenar, prestasiku tak seberapa, hobbyku hanya membaca dan online hanya itu yang bisa aku lakukan. Sedangkan kamu? Iya kamu! Adalah lelaki yang luar biasa yang diceritakan begitu sempurna dalam rangkaian peristiwa drama dan film, kamu bergaul, berbicara, berjalan, dan mengejar sesuatu dengan begitu anggun; sementara aku? Aku hanya gadis lugu, yang hanya berani menatapmu penuh minat dari kejauhan dan berharap pertemuan pertama kita, akan jadi pertemuan yang akan terus berlanjut. Tuhan, aku berharap tak pernah bangun,  berharap agar takkan pernah ada orang  yang akan menyadarkanku, bahwa mendekatimu adalah suatu khayalan yang terlalu tinggi.
                Dan ternyata, kamu memang tak sejauh matahari dan bulan, kamu bukanlah sebuah bayangan ilusi. Nyatanya aku semakin jatuh cinta padamu, pada suatu masa saat kamu menemuiku dan beriringan pulang bersama. Ternyata, itu adalah pertemuan terakhir kita (bisa dibilang kebersamaan kita yang terakhir), beberapa kali kita bertemu (meski sedikit masa), namun kamu menghadirkan kenangan yang  tak akan bisa begitu mudahnya aku lupakan dalam waktu singkat (setidaknya untuk saat ini). Aku tak pernah bisa memahami kamu yang kini menjauh, aku tak tahu mengapa kamu lebih percaya cerita mereka daripada pengakuanku? Aku tak tahu hubungan yang awalnya kukira main-main ini, ternyata juga bisa membuat luka yang luar biasa sakitnya dalam hidupku.
                Begitu singkat, jika semua harus berakhir. Begitu singkat, jika aku harus kembali bersedih karena kehilangan kamu. aku sedang dipuncak sayang-sayangnya sama kamu, sementara kamu mendorongku dari atas sana. Seperti kamu terbangkan aku kelangit ketujuh dan kamu hempaskan aku dengan begitu bulus dari atas. Membiarkanku terjerembab, terjatuh sendirian, dengan luka yang harus kuobati sendiri dan kamu dengan megahnya tertawa bersama orang-orang yang tak mempunyai perasaan bersalah.
                Ini begitu singkat! Begitu cepat Batu karangku. Perempuan yang kamu sebut dengan laut ini, masih ingin berjuang, berkorban dan mengusahakanmu, tapi mengapa semalam kamu mulai mencari target baru? Mungkin ini tak pernah adil untukku, namun dari semua? Mana yang bisa ku tuntut? Hatimu? Keadilanmu? Perasaanmu? Atau kamu?. Kita tak (lagi) punya status apapun. Meski aku meratap, merintih, mengiba, menangis, meraungpun rasanya tak akan pernah bisa membuat kita (kembali) seperti dulu.



Dari lautmu yang tenang, tapi selalu mendo’akanmu.
Free R Blackadder Cursors at www.totallyfreecursors.com